Gedeg- Home industry Banyu Putih Art di Desa Jerukseger, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto menjadi tempat produksi ragam kerajinan yang cantik berbahan baku eceng godok.
Tempat tersebut didirikan Suliadi (44) tahun 2000. Ia terinspirasi membuat kerajinan berbahan baku tumbuhan air itu setelah melihat produk tas eceng gondok di Yogyakarta.
Dari situlah kemudian ia mempelajari cara pembuatannya secara otodidak. Tak disangka, hasil otak-atik eceng gondok yang dipandang sebelah mata, ternyata banyak peminatnya.
Terbukti pesanan terus meluas sampai Suliadi kewalahan. Namun, saat ini ia telah memberdayakan sejumlah ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk melayani pesanan.

Kerajinan yang dihasilkan Banyu Putih Art selama ini beragam. Mulai dari sandal, topi pantai, aneka model tas wanita, tas selempang, kotak tisu, kotak hampers, keranjang pakaian, bantal, loyang, hingga alas gelas dan piring.
“Kelebihan produk kerajinan kami anyamannya rapi, kecil, rapat, serta bentuknya beragam,” kata Suliadi, Rabu (8/2/2023).
Suliadi mendapat pasokan bahan baku dari sejumlah petani di Surabaya berupa tangkai eceng gondok kering. Untuk menjaga kualitas kerajinannya, ia memilih tangkai eceng gondok berdiameter 1,5-2 cm dengan panjang 80-90 cm.
“Saya sudah pernah mencoba ambil eceng gondok dari sungai di sekitar sini. Setelah saya keringkan tangkainya mengecil, susut sehingga tidak layak. Makanya saya beli dari Surabaya seharga Rp 11 ribu per Kg,” jelasnya.
Produksi kerajinan di Banyu Putih Art diawali dengan menyeragamkan lebar tangkai eceng gondok. Pangkal tangkai yang biasanya lebih lebar dipangkas tepinya sehingga sama dari ujung ke ujung.
Barulah bahan baku diserahkan kepada emak-emak untuk dianyam menjadi berbagai kerajinan. Mereka menggunakan 3 teknik anyaman.
Pertama, anyaman bilik yang biasa untuk membuat tikar. Teknik anyaman lilit paling banyak digunakan di Banyu Putih Art. Antara lain untuk membuat topi wanita, tas belanja, kotak tisu, keranjang pakaian, kotak hampers, tatakan piring dan loyang.
Teknik anyaman pecah kopi menjadi yang paling rumit. Karena tangkai-tangkai eceng gondok dianyam secara zig-zag menghasilkan pola layaknya biji kopi yang terbelah. Teknik ini biasa digunakan membuat tas tangan wanita dan tas selempang.
Proses selanjutnya adalah pewarnaan menggunakan cat water base atau cat dengan pelarut air. Sehingga lebih ramah lingkungan.
“Saya pilih warna-warna yang natural. Proses water base juga membuat produk yang asalnya lemas menjadi lebih kaku. Proses terakhir dijemur. Kalau untuk tas dilanjutkan ke proses sulam,” jelasnya.
Bapak dua anak ini membanderol ragam kerajinan eceng gondok ini dengan harga bervariasi sesuai ukuran dan kerumitan proses pembuatannya.

Sandal ia jual dengan harga Rp 25 ribu per pasang, kotak tisu Rp 65 ribu, bantal 40 sentimeter persegi Rp 75 ribu, tas wanita Rp 100-150 ribu, kotak hampers Rp 60 ribu, tatakan gelas dan piring Rp 3-9 ribu, topi wanita Rp 50 ribu, serta keranjang baju Rp 175 ribu.
Pandemi COVID-19 sempat membuat kerajinan eceng gondok yang ditekuni Suliadi sepi pesanan. Omzet penjualannya kembali naik selama Ramadan April lalu.
Yakni mencapai Rp 10 juta dalam satu bulan. Kini omzetnya rata-rata di angka Rp 5 juta per bulan. “Yang banyak sekarang pesanan kotak hampers (bingkisan hadiah),” pungkasnya.
[…] Baca Juga : Banyu Putih Art Olah Eceng Gondok jadi Ragam Kerajinan Cantik […]