Wates– Kalau ingin membisniskan hobi, tirulah cara Riyanto, Bagus dan Zainal Farid. Anggota komunitas aeromodelling Mojokerto ini bisa menghasilkan untung Rp 2 juta per bulan dari produksi pesawat.
Tiga sekawan penghobi aeromodelling ini piawai dalam memproduksi sendiri beberapa jenis pesawat. Yaitu pesawat aeromodelling jenis trainer dan glider. Bahan yang dipakai pun unik, dari styrofoam kotak buah.
Meski begitu, mereka belum menekuni produksi pesawat aeromodelling ini sebagai bisnis. Bagi mereka, memproduksi pesawat sebatas untuk mengisi waktu luang ketika sore hingga malam hari di sela-sela kesibukannya masing-masing. Saat ini hanya sebatas menerima pesanan dari teman sesama penghobi saja.
“Pendapatan bersih rata-rata masih Rp 2 juta per bulan. Karena belum kami tekuni sebagai bisnis,” kata Riyanto (39) kepada wartawan di rumahnya, Jalan Bancang gang 5 no 43, Kelurahan Wates, Magersari, Kota Mojokerto, Kamis (27/1/2023).
Meski hanya sebatas melayani teman sesama penghobi aeromodelling. Produksi miniatur pesawat yang dipusatkan di rumah Riyanto itu tak kunjung usai. Sebab, selalu ada saja pesanan yang datang dari para komunitas aeromodelling. Baik dari Mojokerto sendiri, Malang, Sidoarjo, maupun dari Yogyakarta.
Terakhir, Riyanto dibantu Bagus dan Farid baru saja menyelesaikan pesanan temannya berupa pesawat trainer. Pesawat dengan panjang bodi 85 cm dan bentang sayap 110 cm ia banderol Rp 1,2 juta. Harga tersebut sudah termasuk baterai dan remot kontrol.
Selanjutnya, mereka menerima pesanan pesawat miniatur Boeing 777 sepanjang 150 cm dengan bentang sayap 200 cm. “Model Boeing 777 ini berat terbangnya 1,4 Kg. Harganya 1,8 juta sudah siap terbang, belum termasuk remot. Kalau plus remot low budget total Rp 3 juta,” terang Riyanto.
Menurut Bagus, pembuatan pesawat aeromodelling tak bisa dilakukan sembarang orang. Karena selain bentuk pesawat yang harus sesuai dengan skala, setiap kit pesawat juga harus dibuat seimbang pada pusat gravitasinya (central gravity).
Bagus menjelaskan, proses awal pembuatan pesawat diawali dengan membuat bodi. Setelah itu mengukur gravitasi pesawat. Titik pusat gravitasi pesawat terletak di 25 persen dari lebar sayap kiri dan kanan. Teori ini juga berlaku dalam pembuatan pesawat sungguhan.
“Tujuannya supaya pesawat benar-benar seimbang. Kalau pesawat elektrik, ada berat tidak seimbang bisa dikontrol dengan gyroscope atau stabiliser,” jelasnya.
Bodi, sayap sampai ekor pesawat dibentuk secara manual menggunakan pisau cutter. Selanjutnya dirangkai menggunakan lem. “Setelah dirangkai diampelas sampai halus. Finishingnya hanya dilapisi isolasi berbagai warna sesuai kebutuhan,” jelasnya.
Bersamaan dengan proses finishing, didalam pesawat gabus itu dipasang serangkaian mesin sederhana yang terdiri dari motor brushless, servo motor untuk menggerakkan sayap, ESC untuk mengontrol kecepatan motor yang dihidupkan dengan batrey dan receiver alat penangkap sinyal yang berfungsi menerima perintah dari alat kendali atau remot kontrol yang dikendalikan.
“Servo menggerakkan flap dan aileron di sayap pesawat, serta rudder dan elevator di ekor pesawat. Agar pesawat naik, elevator harus naik, kalau turun sebaliknya. Rudder untuk belok kondisi pesawat datar. Kalau aileron untuk belok sambil miring. Flap untuk take off dan landing harus diturunkan untuk menaikkan daya angkat pesawat,” bebernya.
Meski hanya terbuat dari gabus atau styrofoam buah, pesawat aeromodelling buatan Riyanto dan kawan-kawannya mampu terbang tinggi dan bermanuver selayaknya pesawat sungguhan.