Pungging- Menjadi pengusaha keripik tempe membuat Sri Ponasih (45) meraup keuntungan hingga Rp 4 juta per bulan. Bisnis ini ia tekuni sejak 7 tahun lalu.
Bisnis keripik tempe Ponasih berada di rumahnya, Dusun/Desa Balongmasin, Pungging, Kabupaten Mojokerto. Ia sudah memiliki pelanggan tetap di Sidoarjo, Jombang, Pasuruan dan Mojokerto sendiri.
“Saya kirim ke agen, sudah ada salesnya sendiri,” kata Ponasih kepada kabarmojokerto.id, Rabu (1/2/2023).
Istri Siswandoyo (45) menjual keripik tempe ke para agen Rp 70 ribu per 2 kg. Kemasan 2 ons dan 1/4 kg dengan merek Irena ia jual Rp 7 dan 9 ribu.
“Kalau langsung konsumen saya jual Rp 40 ribu per Kg,” terangnya.
Ponasih menjelaskan proses pembuatan keripik tempe tersebut. Pertama, kedelai digiling menggunakan mesin untuk memisahkan biji kedelai dengan kulit.
Kemudian kedelai direndam menggunakan air bersih selama 2 hari. Setelah itu direbus hingga empuk.
“Setelah direbus dikasih ragi dan tepung, lalu dikemas bulat-bulat pakai plastik dibiarkan 2 hari,” jelasnya.
Setelah 2 hari, biji kedelai yang ditaburi tepung dan ragi itu menjadi tempe bulat. Ponasih lantas mengirisnya tipis-tipis menggunakan mesin.
Produksi keripik tempe dilanjutkan ke tahap penggorengan. Namun, irisan tempa lebih dulu dicelup tepung bumbu campuran bawang putih, merica dan penyedap rasa.
“Satu kali gorengan sekitar 10 menit baru matang,” cetusnya.
Ponasih harus menggunakan kedelai impor untuk membuat keripik tempe. Sebab biji kedelai lokal lebih kecil. Sehingga hasilnya kurang memuaskan untuk keripik tempe.
“Pakai kedelai impor bijinya lebih besar, tapi harganya Rp 14 ribu per Kg,” ungkapnya.
Dalam satu hari, Ponasih menggoreng 50-70 Kg keripik tempe. Jumlah itu biasa meningkat hingga 80 Kg saat menjelang hari raya.
“Untung rata-rata Rp 4 juta per bulan sudah dipotong gaji 6 karyawan,” pungkasnya.
 meraup keuntungan hingga Rp 4 juta per bulan. Bisnis ini ia tekuni sejak 7 tahun lalu.){kind=link}