Trowulan- Tak hanya terkenal dengan situs peninggalan Kerajaan Majapahit, Kawasan Trowulan juga dikenal dengan salah satu berbagai macam kerajinan tangan. Salah satunya kerajinan miniatur candi berbahan tanah liat.
Kabarmojokerto.id berkesempatan mendatangi satu-satunya perajin miniatur candi di Dusun Tegalan, Desa/Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Yaitu Hadi Siswanto.
Pria yang akrab disapa Hadi Candi itu bercerita, pada awalnya ia bekerja sebagai perajin cor kuningan di Desa Bejijong Kecamatan Trowulan saat masih usia remaja. Kemampuan mengukir dan mengolah tanah liat menjadi kerajinan yang indah didapatkan dari situ.
Setelah ayahnya meninggal dunia pada tahun 2006, ia harus menjadi tulang punggung keluarga. Penghasilan dari membuat kerajinan cor kuning tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga, ia dituntut untuk bekerja keras lagi.
Di sela-sela bekerja di produksi patung cor kuningan, Hadi menyempatakan diri belajar mengulik tanah liat menjadi miniatur candi. Karena ia belajar sendiri, gagal sudah biasa baginya.
Akhirnya setelah 3 tahun belajar, ia mampu menciptakan kerajinan miniatur candi yang artistik. Ia tidak menyangka hasil karyanya kala itu ada yang melirik.
Namun, saat itu dibeli dengan harga murah. Kendati demikian, ia terpaksa melepasnya lantaran membutuhkan uang untuk menyambung hidup.
“Lama-lama banyak tamu yang datang, saya kasihkan ke pembeli yang harganya lebih mahal,” kata Hadi saat berbincang dengan kabarmojokerto.id di rumahnya, Minggu (29/1/2023).
Hadi tak menyerah begitu saja. Ia terus mengembangkan kemampuannya. Lama-kelamaan dirinya semakin dikenal sebagai perajin candi hingga Hadi Candi menjadi panggilannya.
Hadi membuat miniatur candi dengan beragam ukuran. Mulai dari tinggi 70 cm sampai 250 cm. Ia menjelaskan, selama ini hanya membuat satu model candi saja.
Model tersebut terinspirasi dari berbagai situs purbakala peninggalan Majapahit. Antara lain Candi Singasari, Candi Penataran, Candi Jawi dan Gapura Bajangratu.

Model miniatur candi milik Hadi ini begitu menarik. Ia menghiasi karyanya dengan sejumlah ornamen kepala Dewa Kala dan ukiran bunga.
“Model candinya hanya satu, varian produk saya hanya pada ukurannya. Mulai dari tinggi 70 cm, 110 cm, 150 cm, sampai 250 cm,” jelasnya.
Proses pembuatannya memakan waktu lama, karena dibuat secara manual. Mulai dari menyiapkan adonan tanah liat, mencetak, mengeringkan, membakar, hingga pengecatan. Dibutuhkan ketelitian dan ekstra hati-hati.
“Karena kalau pengerjaannya terburu-buru, hasilnya jelek dan sering kali rusak. Misalnya masih basah dibakar, pasti pecah,” terangnya.
Satu miniatur candi dibanderol dengan harga yang bervariasi, tergantung ukuran. Miniatur candi dengan tinggi 250 cm dibanderol Rp Juta, 110 cm Rp 1,7 juta dan 70 cm dibanderol Rp 950 ribu.
Masih kata Hadi, dalam segi pemasarannya dirinya tidak mempunyai strategi khusus. Bahkan tidak menjualnya secara online.
Selama ini, ia hanya mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut. Meski demikian, sejauh ini pemesan karyanya berasal dari berbagai daerah. Seperti Yogyakarta, Jakarta, Bali, dan Gresik.
Tak jarang ada pengguna jalan yang tiba-tiba mampir ke rumahnya. Sebab lokasinya berada di jalan Nasional Mojokerto-Jombang.
Namun, jika ada calon pemesan yang membatasi waktu ia terpaksa tidak melayani. Proses pembuatan yang lama dan cukup rumit menjadi alasan Hadi.
Sebaliknya, jika ada calon pemesan yang siap menunggu, pasti ia bersenang hati membuatkan miniatur candi yang sangat indah dan artistik tersebut.