BerandaEkonomi & BisnisPasar Ekspor Terbuka Lebar, AOI Beri Pelatihan Petani Muda Sistem Pertanian Organik...

Pasar Ekspor Terbuka Lebar, AOI Beri Pelatihan Petani Muda Sistem Pertanian Organik di Pacet Mojokerto

Mojokerto – Produksi hasil pertanian organik memiliki prospek menembus pasar ekspor. Peluang ini harus dimanfaatkan para petani muda untuk mengembangkan bisnis dibidang pertanian.

Untuk mendorong para petani muda, Aliansi Organis Indonesia (AOI) menginisiasi pelatihan pertanian organik yang dikemas dalam kegiatan organic youth camp (OYC). Pelatihah yang dipusatkan  di Vila Narwastu, Desa Claket, Pacet, Kabupaten Mojokerto itu digelar selama 4 hari, mulai 21 Februari 2023.

Sebanyak 26 petani muda berusia 20-35 tahun dari 9 provinsi hadir dalam acara tersebut. Mereka datang dari Sumut, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Kalbar, Sulteng, Sulsel, dan NTT.

Para petani milenial ini mengikuti rangkaian materi pertanian organik, praktik dan kunjungan lapangan untuk memperkaya pengetahuan tentang pertanian organik dan berkelanjutan, baik dari sektor hulu maupun hilir

“Tujuannya para petani muda mempunyai pengetahuan tentang pertanian organik, kesadaran akan krisis iklim dan kemampuan berinovasi mengembangkan bisnis pertanian organik. Harapan kami, mereka dapat menerapkan dan menularkan semangat pertanian organik di daerah masing-masing,” kata Direktur AOI Pius Mulyono kepada wartawan di lokasi, Selasa (21/2/2023).

Para petani organik, akademisi, praktisi, pengusaha dan aktivis organik menjadi narasumber pelatihan ini. Selain mendapatkan ilmu, lanjut Pius, puluhan petani muda tersebut otomatis masuk dalam jejaring pertanian organik di Indonesia. Mereka digadang-gadang menjadi generasi baru untuk menggarap peluang pasar yang sangat besar untuk produk pertanian organik. Baik pasar ekspor maupun dalam negeri. Sehingga bekerja di sektor pertanian tak akan kalah dengan sektor industri maupun jasa.

“Pasar ekspor sangat terbuka ke hampir semua negara Eropa dan Amerika tentunya dengan standar organik masing-masing negara. AOI memastikan para petani bisa memenuhi standar pasar ekspor. Yang sudah ekspor ada gula semut, kakao dan kopi. Kalau sayur, beras, buah masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya di kota-kota besar,” jelasnya.

Para petani organik milenial juga diharapkan mampu mengubah mindset pertanian konvensional di Indonesia yang didominasi petani usia 50-70 tahun. Angka pertani tua mencapai 75 persen. Sedangkan data BPS tahun 2021 menunjukkan hanya 19,18 persen pemuda bekerja di sektor pertanian.

Seperti diketahui mayoritas petani terlanjur bergantung pada benih, serta pupuk dan pestisida kimia yang harus mereka beli. Karena pupuk dan pestisida kimia menunjukkan efek yang instan terhadap tanaman. Padahal, penggunaan bahan kimia justru merusak tanah dan berbahaya bagi kesehatan.

“Dalam pertanian organik, petani membuat benih, pupuk dan pestisida nabati sendiri. Ujung-ujungnya membuat petani sejahtera. Selain itu, konsep pemupukan harus diubah, bukan memupuk tanaman, tapi memupuk tanahnya. Pupuk kimia membuat tanaman hijau, tapi tanahnya keras. Beda kalau kesuburan tanahnya dipulihkan, ditanami apapun pasti tumbuhnya bagus,” umgkap Pius.

Sementara, Petani organik dari Wehasta Mojokerto, Cak Toko berpendapat, tidak mudah mengubah mindset para petani yang terlanjur bergantung pada pupuk dan pestisida kimia. Terlebih lagi pertanian organik butuh waktu cukup lama untuk mencapai hasil panen yang maksimal.

“Memang di awal, produktivitasnya (pertanian organik) agak menurun, sekitar 20 persen dibandingkan pertanian konvensional. Karena nutrisi tanah belum pulih sepenuhnya. Pengalaman saya butuh 3 tahun sampai tanah pulih dan hasilnya sama dengan pertanian konvensional,” ungkapnya.

Namun, turunnya hasil panen di masa awal peralihan ke pertanian organik bisa ditutup dengan harga panen yang lebih tinggi. Selain itu, biaya tanam dan perawatan tanaman menjadi lebih rendah karena petani organik tak perlu membeli pupuk maupun pestisida kimia. Pupuk kandang atau kompos dan pestisida nabati sebagai gantinya.

“Apalagi kalau di setiap desa ada pengolahan sampah untuk pupuk kompos untuk memenuhi kebutuhan para petani organik,” pungkas Cak Toko.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kabar Popular