BerandaEkonomi & BisnisPetani Cabai Mojokerto Budidaya Cabai Terpedas ke-3 di Dunia Carolina Reaper Asal...

Petani Cabai Mojokerto Budidaya Cabai Terpedas ke-3 di Dunia Carolina Reaper Asal Amerika Selatan

Pungging – Seorang petani cabai di Mojokerto budidayan cabai Carolina Reaper, dengan metode green house di Dusun Joho Desa Tempuran Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

Kini ia memiliki 3 green house, masing-masing green house seluas 5,5 x  40 meter persegi mampu berisi 100 tanaman.

Petani tersebut bernama Yani Suharto (57) sudah menekuni bisnis ini sejak 3 tahun, cabai Carolina Reaper merupakan cabai terpedas ketiga di dunia. Harga cabai asal Amerika Setikat ini mencapai Rp 1,2 juta/Kg.

Dalam bertani ia menggunakan beberapa teknologi pertanian. Saat ini, ia mempunyai 300 tanaman Carolina Reaper di 3 green house.

“Setiap pohon rata-rata menghasilkan 7 ons atau 100 buah Cabai Carolina setiap panen,” kata Yani kepada Kabarmojokerto.id di lokasi, Minggu (14/5/2023) lalu.

Cabai Carolina memiliki bentuk cenderung buat dan permukaannya kasar, ini berbeda dengan cabai rawit lkal.

Saat ini, Yani membudidayakan 4 varian Carolina Reaper sekaligus, yakni merah, kuning, putih dan cokelat. Jika dibandingkan tingkat kepedasannya, sabai asal Carolina Selatan Amerika Selatan ini 14-22 kali lebih pedas dibandingkan cabai rawit lokal.

Yani Suharto (57) budidaya cabai asal Amerika Setikat.

Tingkat kepedasan Cabai Carolina 1,4-2,2 juta scoville heat units (SHU), sedangkan cabai rawit lokal di angka 100.000 SHU. Karena itulah Carolina Reaper menjadi cabai terpedas ketiga di dunia setelah Pepper X dan Dragons Breath.

Awal mula budidaya Yani bermula dari membeli Cabai Carolina dan Ghost Pepper. Ia membeli dari temannya sesama komunitas petani cabai di Bogor Jabar.

Harga bibitnya pun tergolong mahal, sebab Cabai Carolina mencapai Rp 90.000 per buah. Setelah kian berkembang, kini ia mempunyai stok bibit yang melimpah.

Dibantu 2 karyawannya, kemudian ia membudidayakan Cabai Carolina maupun Bhut Jolokia secara organik di dalam green house.

Yani menerapkan teknologi pot otomatis (autopot) untuk menyuplai air nutrisi ke masing-masing tanaman. Perangkat bernama Water Guard itu hasil penelitian perusahaan keluarganya.

“Teknologi ini untuk berkebun menjadi lebih mudah karena tak perlu menyiram tanaman secara manual,” jelasnya.

Mengenai Cabai Bhut Jolokia atau Ghost Pepper asal India Utara yang juga dibudidayakan di tempat ini. Jenis cabai ini, Yani menanam 2 jenis sayur berjuluk cabai setan itu, yakni ungu dan merah. Bentuknya seperti cabai rawit, tapi lebih gemuk dan panjang. Kepedasan cabai ini 855 ribu sampai 1 juta SHU.

“Cabai Carolina ada manis wanginya sedikit, pedasnya mantap. Kalau Bhut Jolokia pedas saja. Sensasi pedasnya jauh banget dibandingkan cabai lokal,” terangnya.

Untuk media tanam, setiap bibit cabai ditanam pada pot berdiameter 40 cm, menggunakan tanah gembur campur sekam padi bakar.

Selanjutnya, setiap 2 pot diletakkan di sebuah matras. Ketika air pada pot telah habis, water guard mengatur secara otomatis agar matras terisi air nutrisi setinggi 3 cm dari tandon.

Yani Suharto (57) budidaya cabai asal Amerika Setikat.

Dengan media ini, air nutrisi dengan sendirinya meresap ke media tanam karena bagian bawah pot sudah dilubangi. Sehingga kelembaban tanah terus terjaga secara otomatis tanpa membuat akar tanaman membusuk maka tanaman akan lebih awet.

“Kalau mengatasi jamur kami pakai alat semprot khusus, hanya disemprot air tanpa pestisida,” ujar Yani.

Dari tahap pembibitan, lanjut Yani, dibutuhkan perawatan selama 3 bulan sampai panen. Ini memerlukan proses yang panjang dan telaten, khususnya dalam menjaga ketersediaan air dan tingkat kelembaban tanah agar akar tidak membusuk.

Menurutnya, setiap pohon Cabai Carolina dan Bhut Jolokia bisa dipanen dua kali dengan syarat dirawat dengan baik. Masa panen kedua 1,5 bulan dari panen pertama.

Setelah panen kedua, semua tanaman cabai harus diganti dengan bibit baru sebab berbuahnya tak lagi maksimal. Maka akan dilakukan penanaman baru lagi.

Jika setiap pohon Cabai Carolina menghasilkan 7 ons buah, hasil panen Cabai Bhut Jolokia 3 kali lipatnya atau 2,1 Kg buah. Selain bibitnya mahal, perawatannya rumit, serta rasanya yang sangat pedas, Cabai Carolina mahal karena masih jarang di pasaran.

Hasil panen Yani biasa diambil pembeli dari Sidoarjo dan Surabaya, baik pembeli perorangan maupun karyawan restoran Korea dan Taiwan.

Menurut Yani, harga Cabai Carolina saat ini Rp 1,2 juta/Kg dalam kondisi basah. Sedangkan cabai kering yang sudah dioven, ia banderol Rp 3 juta/Kg. Ia juga mengolahnya menjadi cabai bubuk, serta untuk memproduksi camilan kacang dan kentang goreng pedas.

“Saat ini kami masih mengurus semua izinnya dan menyiapkan semua alat produksinya,” cetusnya.

Sedangkan hasil panen Cabai Bhut Jolokia belum pernah ia jual. Selama ini, cabai dari India yang juga sangat pedas itu ia bagikan ke para tetangganya. Ke depan, Yani bakal meningkatkan budi daya cabai setan itu untuk menyaingi harga cabai rawit lokal ketika mahal.

“Rencananya nanti harganya mau saya samakan dengan cabai lokal saat mahal. Kalau terlalu murah kami keringkan,” tandasnya.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kabar Popular