BerandaPendidikanWawasan Kebangsaan Yenny Wahid di Mojokerto, Kerennya Santri, Berdiri Bersama Palestina, hingga...

Wawasan Kebangsaan Yenny Wahid di Mojokerto, Kerennya Santri, Berdiri Bersama Palestina, hingga Kisahkan Gus Dur

KABAR MOJOKERTO – Yenny Wahid putri dari Gus Dur (Abdurrahman Wahid) mantan Presiden RI ke 4, berikan wawasan kebangsaan kepada ribuan santri Yayasan Pondok Pesantren Nurul Islam pada Selasa (14/11/2023) malam.

Agenda silaturahmi tersebut, Neng Yenny memberi pemahaman mengenai kerennya santri di era modern, tetap berdiri bersama Palestina, serta cerita dan pesan-pesan mendiang ayahnya “Gus Dur” mengenai perjuangan menuntut ilmu.

Neng Yenny memulai dengan menceritakan kehidupan di era teknologi, banyak orang Indonesia yang kehilangan ke Indonesiaan dan nasionalismenya. Namun, harapannya santri tetap memiliki jiwa ke Indonesiaan dan nasionalismenya.

“Santri itu keren punya keeistimewaan, kalau saya bilang santri itu keren saya gak ngarang. Santri itu hebat karena memiliki sesuatu yang tidak dimiliki anak lain. Karena untuk menjadi sukses anak manusia tidak harus berbekal ilmu saja, tapi harus ada akhlak, kalau tidak punya akhlak akhirnya ilmunya dipakai untuk ngerjai orang lain,” paparnya.

Pertama, kontekstualisasi santri itu, mereka merupakan kalangan yang didorong untuk memiliki ilmu dan akhlak, yang akan menjadi bekal ke depan.

“Sekarang masyarakat dunia kehilangan ketenangan karena tidak punya agama. Santri di pesantren punya mekanisme spiritual, ketika ada masalah langsung sujud minta kepada Allah, karena kalau orang tidak punya mental non santri, orang di dunia menghabiskan banyak uang hanya untuk ke psikiater. Kalau santri hanya sujud, minta ke Allah,” papar Cucu KH Wahid Hasyim tersebut.

Kedua, Santri punya kebiasaan yang baik, karena kunci sukses itu bukan hanya niat, tanpa ada kebiasaan yang baik maka kesuksesan akan sulit digapai.

“Santri itu era dulu menjadi pemimpin dan pemimpin untuk sekarang. Santri menuntut ilmu dan membangun karakter dirinya, memiliki jiwa kepemimpinan. Memiliki konsep sukses bahwa hidup bukan untuk diri sendiri namun juga untuk orang lain, ini prinsip sukses,” tambah cicit dari pendiri NU, KH Hasyim Asyari.

Santri, menurut pendiri Wahid Institute ini memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa Indonesia yang sangat luar biasa sekali, sejak zaman sebelum hingga setelah kemerdekaan.

“Mbah Hasyim yang mengobarkan resolusi jihad. Kita Agustus 45 ada proklamasi, tahun 49 itu ada agresi militer Belanda lagi. Resolusi jihad terjadi karena peran santri juga, kala itu ada santri bernama Abdul Hamid yang menjadi inspirasi resolusi jihad, waktu itu melihat ada kelompok berboncengan, salah satu pejabatnya yaitu AWS Mallaby. Abdul Hamid ini, yang melempar granad sampai AWS Mallaby wafat. Kemudian ini yang menimbulkan perjuangan di Surabaya kala itu,” paparnya.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, tidak lantas Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Bahkan setelah 17 Agustus 1945, Belanda masih beberapa kali melakukan penyerangan, yang kemudian dikenal dengan istilah Agresi Militer Belanda I dan II.

“Peristiwa itu karena motivasinya adalah herjihad untuk negeri ini, santri menjadi pelopornya. Sekarang, Gaza krisis akibat adanya serangan Israel, kita harus mendukung dan berempati pada Palestina. Karena kita pernah menjadi bangsa terjajah, makanya kita harus berdiri disamping Palestina, sampai Palestina merdeka,” jelasnya.

Selain soal kebangsaan, Yenny juga menceritakan beberapa poin penting mengenai menuntut ilmu, apa yang telah diajarkan ayahnya kepada anak-anaknya.

“Pesan Gus Dur kepada anaknya ada dua poin penting, selalu menjadi pribadi jujur, selalu menjadi pribadi yang baik. Kunci suksesnya Gus Dur itu beliau suka membaca buku, buku apa saja. Yang paling benting membaca, jangan hanya baca gosip artis. Waktu kita itu berharga, yang menjadi kunci sukses Gus Dur yang lain adalah suka halan-halan (jalan-jalan), kemana saja tapi ke seluruh dunia. Gus Dur gak pakai uang meski ke luar negeri,” paparnya.

Yenny mengisahkan Gus Dur pernah berjalan-jalan sembari menuntut ilmu, misalnya ke Mesir ataupun Baghdad Irak, Gus Dur kala itu, juga harus bekerja untuk makan sehari-hari.

“Gus Dur pernah menjadi pembersih gladak kapal, jadi tukang batu, jadi tukang laundri. Tapi bisa jalan-jalan ke luar negeri. Gus Dur berprinsip untuk anak-anaknya yaitu gak pernah mewariskan harta, tapi mewariskan ilmu. Gak pernah anak itu didudukan (mendapat jabatan khusus), ayo nak jadi pejabat, gak pernah,” jelasnya.

Lanjut Yenny mengisahkan perjuangan ayahnya yang ternyata juga pernah berjualan beras dan bekerja merupakan hal yang biasa bagi Gus Dur.

“Eyang putri ditinggal (istri dari Wahid Hasyim) ketika saat hamil anak ke 6. Sudah terlanjur boyong (pindah) ke Jakarta, kalau di Jombang ada saudara, begitu di Jakarta harus kerja sendiri. Nenek saya harus kerja, dari istri mbah Wahid yang merupakan Menteri Agama RI pertama. Eyang Solihah itu harus jualan beras dan Gus Dur biasa kulakan (belanja untuk dijual kembali) ke Karawang, intinya jangan kawatir kalau kita orang biasa,” imbuh salah satu aktivis perempuan ini.

Terakhir, ia menjelaskan mengenai Islamipobhia, merupakan sikap apatis dan memandang negatif kepada orang-orang Islam. “Orang di dunia tidak permah datang ke Indonesia, disini Islam yang ramah, Islam yang senyum. Taunya hanya sedikit saja soal Islam, Islam nge-bom dan ini itu yang negatif. Ada seorang pemimpin Islam di luar negeri memandang bahwa orang non Muslim itu gak bisa baca Qur’an, gak ngerti hadits, yang mereka baca dari Islam yang demikian itu adalah perilakunya,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kabar Popular