BerandaSejarahKapten Kamas Setiyoadi Menolak Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan

Kapten Kamas Setiyoadi Menolak Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan

Sooko- Sebagai sosok yang berjasa pada bangsa, Kamas Setiyoadi sangat layak dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP). Namun sebelum wafat, sang komandan Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) itu berpesan agar jenazahnya tidak dikebumikan di TMP.

Pejuang yang lahir 28 September 1927 ini tutup usia pada 12 Oktober 1980. Kala itu, usianya 53 tahun. Ia menghembuskan napas terakhir saat menjalani perawatan di RKZ Surabaya.

Jenazahnya kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Kedungmaling, Sooko, Kabupaten Mojokerto. Tempat peristirahatan terakhirnya berdampingan dengan makam istrinya.

“Meski berhak mendapatkan fasilitas pemakaman di makam pahlawan, Kamas berpesan agar jasadnya dikebumikan di pemakaman umum saja,” kata Penulis Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq, Jumat (3/2/2023).

TPU Desa Kedungmaling, Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Kamas memiliki 5 anak dari pernikahannya dengan Amanah. Yakni, Prastyo, Sri Hastoeti, Isnaeni, Dian Ambarwati dan Poedji Pramono.

Sri Hastoeti mengungkapkan, menolak dikebumikan di TMP adalah bukti bahwa ayahnya sosok yang sederhana. Ia ingin dekat dengan keluarga dan para muridnya di perguruan Pencak Silat Dalikumbang.

“Tanpa gelar pahlawan juga tidak masalah, saya sendiri tidak ingin. Yang penting berbuat baik di dunia, orang akan tahu sendiri,” terang Sri di rumahnya, Jalan Raya Brangkal nomor 1, Desa Kedungmaling, Sooko, Mojokerto.

Kamas pensiun dini dadi ABRI tahun 1959 dengan pangkat terakhir kapten. Ia berdinas terakhir kali di Kesatuan DBI VI Jember atau kesatuan pendidikan tentara pada masa itu.

Setelah pensiun, ia mulai membangun usaha untuk menghidupi keluarganya. Yaitu kontraktor atau pemborong dan berkebun sekaligus menjual jeruk.

Namun menjalankan sebuah bisnis tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jatuh bangun pun dia alami. Sebuah kewajaran sebagai pebisnis.

Meski begitu, menurut Sri, ayahnya bukan sosok yang mudah menyerah dan putus asa. Kamas dikenal selalu mengajarkan bersikap jujur dan sederhana. Dia selalu memegang prinsip yang kuat dan mempunyai integritas tinggi.

“Bapak sering rugi, tapi terus bangkit dan berjuang. Bapak tidak pernah putus asa. Ketika itu cocoknya berkebun jeruk, jeruknya bisa enak dan laku keras,” tuturnya.

Kapten Kamas Setyoadi.


Sepak terjang Kamas turut andil dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI tidak diragukan lagi. Untuk menghargai jasanya, namanya diabadikan menjadi nama jalan.

Jalan Kamas Setiyoadi berada di sepanjang jalan Pasar Kedungmaling sampai Dusun/Desa Sambiroto, Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Kapten Kamas merupakan Komandan Kompi The Black Cat untuk merebut kemerdekaan dari Belanda yang melakukan agresi militer II pada 19 Desember 1948. Kompi itu dibentuk pada 25 Desember 1948 untuk menunaikan tugas langsung dari Komandan Divisi Jawa Timur Kolonel Sungkono.

Yaitu mengacaukan keamanan wilayah-wilayah yang dikuasai penjajah. Pasukan kecil ini juga ditugaskan merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda.

Area perjuangannya dari Sumobito dan Mojoagung, Jombang sampai Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto. Anggota Kompi The Black Cat tidak sampi 100 orang, yakni hanya 75 orang.

Meski begitu, pasukan kecil ini berulang kali melakukan aksi teror, sabotase dan penyerangan terhadap pasukan Belanda. Maka tak heran, anak buah Kapten Kamas sangat ditakuti Belanda. Terlebih lagi ia sangat licin sehingga tak bisa ditangkap.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kabar Popular