BerandaSejarahKisah Perjalanan Kiai Ilyas sebagai Penyebar Islam Pertama di Mojokerto, Sempat Pindah-Pindah...

Kisah Perjalanan Kiai Ilyas sebagai Penyebar Islam Pertama di Mojokerto, Sempat Pindah-Pindah Tempat

Mojokerto – Sosok Kiai Muhammad Ilyas menjadi salah satu ulama berjasa dalam penyebaran Islam di Mojokerto periode awal. Ia juga tercatat menjadi tokoh pertama yang mendirikan pesantren di bumi Majapahit.

Kiai Ilyas merupakan ulama kelahiran Pekalongan Jawa Tengah. Pondok Pesantren As Sholichiyah merupakan salah satu bukti perjalanan Kiai Ilyas dalam berdakwah zaman dahulu, ini juga menjadi warisan dari Kiai Ilyas.

Pesantren di Lingkungan Penarip Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto tersebut, kini dikelola oleh cucunya, yaitu Kiai Muhammad Rofii Ismail.

Kiai Rofii menceritakan bagaimana perjalanan Kiai Ilyas, Kiai Ilyas lahir di Kesesi Pekalongan. Saat usianya menginjak remaja, Ilyas kecil sudah merantau ke berbagai daerah untuk menuntut ilmu.

Salah satu tempat menimba ilmu Kiai Ilyas yang mashur adalah Pondok Pesantren As Salafie Babakan Ciwaringin Cirebon.

Setelah puluhan tahun menuntut ilmu, Kiai Ilyas kemudian merantau ke Mojokerto sekitar tahun 1870 masehi. Saat itu usianya hampir 60 tahun.

Di Mojokerto, Kiai Ilyas menikah dengan sepupu dari istri KH Hasyim Asy’ari, Pendiri PP Tebuireng, Jombang.

“Istrinya Mbah Kiai Ilyas itu sepupu dari istri Mbah Kiai Hasyim Asy’ari, cuma lebih tua istrinya Mbah Yai Ilyas. Usia Mbah Kiai Ilyas sudah sangat sepuh, Mbah Hasyim masih muda saat itu,” kata Kiai Rofii.

Dakwah yang dilakukan Kiai Ilyas, di Mojokerto pada awalnya berjalan alot. Karena kondisi masyarakat saat itu masih sulit untuk diajak mengaji maupun beribadah.

Dakwahnya yang alot membuat Kiai Ilyas sempat berpindah-pindah tempat untuk berdakwah.

Semula Kiai Ilyas membangun musala di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto untuk memulai dakwahnya. Sampai sekitar 2 tahun berdakwah, Mbah Ilyas menemui jalan buntu karena kondisi masyarakat yang belum bisa sepenuhnya menerima ajaran Islam.

Setelah mendapatkan petunjuk dari Allah SWT, Kiai Ilyas berpindah ke wilayah Sinoman Kelurahan Miji Kecamatan Kranggan.

“Di situ juga masih sulit masyarakatnya. Akhirnya pindah ke sini (Lingkungan Penarip). Di sini baru banyak anak-anak dari daerah lain yang datang belajar ilmu agama,” ungkapnya.

Menurut Kiai Rofii, di Lingkungan Penarip saat itu kondisi masyarakat belum banyak yang menjalankan syariat Islam seperti salat dan puasa. Namun, masyarakat sekitar menyambut baik adanya anak-anak dari luar daerah yang menuntut ilmu ke Kiai Ilyas. Secara perlahan, Kiai Ilyas pun mendirikan Pesantren Salaf As Sholichiyah sekitar tahun 1875 masehi.

“Pondok di sini yang pertama berdiri baik di Kota maupun Kabupaten Mojokerto,” jelas Kiai Rofii.

Pada awalnya santri Kiai Ilyas datang dari sejumlah daerah di Jabar. Itu tak lepas dari wasiat para guru Kiai Ilyas kepada anak dan cucu mereka.

Usai berjalannya waktu cecara perlahan, anak-anak warga Lingkungan Penarip dan sekitarnya mulai mengaji di pondok Mbah Ilyas. Anak-anak itulah yang menularkan semangat untuk beribadah kepada orang tua mereka masing-masing.

“Karena wasiat kakek-kakeknya dulu yang pernah mengajar Mbah Kiai Ilyas, kalau mondok belajar ke santeri saya namanya Muhammad Ilyas, mondok di situ saja jangan pindah-pindah,” ujarnya.

Pesantren yang didirikan Kiai Ilyas melahirkan sejumlah ulama besar di Mojokerto. Antara lain Kiai Ahyat Halimy pendiri Pesantren Sabilul Muttaqin di Kecamatan Prajurit Kulon, Kiai Yahdi Mathlab pendiri Pesantren Bidayatul Hidayah di Desa Mojogeneng Jatirejo Mojokerto, serta Kiai Muhaimin dan Kiai Khusairi, Mojosari, Mojokerto.

“Bahkan mulai bapak-bapak beliau juga pernah mondok di sini, kepada Kiai Ilyas,” jelasnya.

Selain mengasuh para santri, semasa hidupnya Kiai Ilyas rutin menulis mushaf Alquran. Kitab suci umat Islam itu dia tulis tangan untuk dijual ke orang-orang yang membutuhkan. Setiap mushaf membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk menulisnya.

“Biasanya dibeli oleh orang yang membutuhkan ditukar dengan seekor sapi. Untuk menafkahi dirinya sendiri sapinya dijual untuk bekal,” tandas Kiai Rofii.

Kiai Ilyas wafat saat usianya menginjak 135 tahun. Pesantren yang dia dirikan saat ini mempunyai 2 lembaga pendidikan. Sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan untuk tingkat SMP, baru mempunyai 30 siswa.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kabar Popular