BerandaSejarahPerjuangan Abah Yat Ulama Asal Mojokerto di Era Penjajahan Jepang dan Agresi...

Perjuangan Abah Yat Ulama Asal Mojokerto di Era Penjajahan Jepang dan Agresi Belanda

Mojokerto – KH Ahyat Halimy atau yang juga dikenal sebagai Abah Yat merupakan sosok ulama pejuang kemerdekaan asal Mojokerto. Andilnya dalam mempertahankan kemerdekaan sangat besar.

Abah Yat bersama Laskar Hizbullah mempertahankan RI dari agresi Belanda bersama sekutu. Perjuangannya gigih bersama dengan ulama lainnya bertempur di Surabaya.

Kini KH Ahyat Halimy atau Abah Yat di makamkan di Jalan KH Wachid Hasyim No 41 Kota Mojokerto. Makam dengan batu nisan berbalut kain putih itu berada di antara asrama santri, persis di sebelahnya terdapat musala Al Muttaqin.

Pada bidang pendidikan Abah Yat mendirikan pesantren Sabilul Muttaqin. Pesantren ini bertahan sampai sekarang. Selain itu, Abah Yat juga mendirikan sejumlah lembaga pendidikan di Kota Mojokerto.

Abah Yat mendirikan pesantren mulai 29 April 1964 yang diawali dengan Surau di Jalan Miji (sekarang Jalan KH Wahid Hasyim) No 36 milik ayahnya, dia membangun menjadi Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin. Pesantren ini bertahan sampai sekarang.

KH Ahyat Halimy atau Abah Yat merupakan ulama asli Kota Mojokerto lahir pada tahun 1918 dari pasangan Hj Marfu’ah dan H Abdul Halim. Dia menjadi yatim sejak di dalam kandungan.

Ia menjalani hari-harinya bersama ibunya yang merupakan pengusaha batik yang sukses pada masanya. Setelah memasuki masa sekolah ia mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Miji yang sekarang menjadi SDN Miji 1.

Setelah itu, Ahyat kecil melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren (PP) Tebuireng Jombang. Di PP Tebu Ireng ia sempat diajar langsung oleh tokoh pendiri NU yang juga pendiri Pesantren Tebuireng KH Hasyim Asy’ari dan putranya KH Wahid Hasyim.

Saat belajar di PP Tebuireng, Abah Yat juga menjadi teman diskusi KH Wahid Hasyim, karena usia keduanya hampir sama. Selain belajar dari PP Tebu Ireng, Abah Yat juga menuntut ilmu dari KH Romly di Rejoso Peterongan Jombang.

“KH Ahyat kecil dikenal sebagai santri yang disiplin. Perilakunya sopan, suka menolong santri yang lain,” tulis Yazid Qohar dalam bukunya ‘Berjuang Tanpa Akhir-KH Ahyat Halimy’.

Usai nyantri pada tahun 1938 Abah Yat kemudian mendirikan Ansoru Nahdlatoel Oelama (ANO) yang merupakan cikal bakal daro Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Ia mendirikan bersama bersama M Thoyib, M Thohir, Sholeh Rusman, Aslan, Mansur Solikhi dan Munasir.

ANO didirikan untuk membantu seluruh kegiatan dan program NU, ini merupakan proyeksi pendirian ANO kala itu. Pada saat bersamaan, di usianya yang baru 20 tahun, Abah Yat juga menjabat Sekretaris Tanfidziyah NU Mojokerto.

Usai berganti nama menjadi GP Ansor, Abah Yat kemudian dipercaya menjadi Ketua GP Ansor periode 1940-1942.

Tahun 1941, Abah Yat menikah dengan Badriyah, putri KH Moh Hisyam asal Desa Gayam Kecamatan Mojowarno Jombang.

Abah Yat memulai perjuangannya di tahun 1943, kala tentara Jepang memasuki Mojokerto. Tentara Nippon Jepang membuat sengsara rakyat, kemudian Abah Yat bersama temannya Mansur Solikhi menggalang gerakan GP Ansor untuk melucuti senjata pegawai Pemerintah Hindia Belanda.

Dari sinilah terbentuknya Laskar Hizbullah yang juga diinisiasi Abah Yat bersama teman-temannya, yaitu KH Suhud, Ahmad Yatim dan Mulyadi. Selain kader GP Ansor, ketiga rekannya itu juga usai mengikuti pelatihan militer di Jibarosa Bogor. Abah Yat menjadi Pembantu Umum di Laskar Hizbullah.

“Seluruh anggota GP Ansor digerakkan untuk masuk ke Laskar Hizbullah. Sehingga tak lebih dari satu bulan, Laskar Hizbullah Mojokerto membentuk dua batalyon,” jelas Yazid.

Jabatan Abah Yat kala berjuangan berada di bawa Kiai Munasir. Terdapat 2 Batalyon, yaitu pertama dipimpin Mansur Solikhi, Batalyon ke dua dipimpin Munasir. Sementara Abah Yat menjadi Komandan Kompi IV di bawah Batalyon Munasir.

Seluruh senjata pasukan ini berasal dari hasil merampas milik pasukan dan pegawai Hindia Belanda, serta dari tentara Jepang setelah mereka menyerah kepada Sekutu.

Pada 20 Oktober 1945, tentara sekutu di bawah komando Jendral AWS Mallaby mendarat di Tanjung Perak Surabaya. Enam hari kemudian sekutu mendaratkan pasukannya dalam jumlah besar.

Merespon kedatangan pasukan Belanda, kemudian ulama Jawa Timur khususnya KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan resolusi jihad pada 10 November 1945, seluruh personil Laskar Hizbullah Mojokerto berangkat ke Surabaya untuk berperang mempertahankan kemerdekaan RI.

Selama pertempuran mempertahankan kemerdekaan, Abah Yat bertugas khusus mengawal Laskar Sabilillah. Laskar ini terdiri dari para ulama dan tokoh NU.

Tugas Abah Yat lebih banyak masuk ke medan perang untuk menyampaikan perintah dari mabes Hizbullah dan Sabilillah. Perang saat itu meluas sampai ke Mojokerto.

“Ketika terjadi penyergapan Tentara Rakjat Djelata, gabungan laskar-laskar rakyat yang menghadang gerakan sekutu di Pacet, Mojokerto, Ahyat Halimy terlibat dalam pertempuran yang sengit,” tutur Yazid.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kabar Popular