Mojokerto – Prasasti Pucangan menjadi salah satu peninggalan pemerintahan Airlangga. Prasasti ini merupakan peninggalan sejarah penting, karena didalamnya menungkap tabir keberadaan agama di zaman tersebut.
Peneliti berhasil mengidentifikasi agama yang dianut pada zaman Airlangga 1019-1043 masehi. Terdapat 4 agama yang dianut pada zaman itu, yaitu Hindu, Budha, Rsi dan Brahmana.
Yori Akbar Setiyawan dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dalam risetnya berjudul “Latar Belakang Penetapan Sima Bagi Pertapaan pada Masa Pemerintahan Airlangga 1019-1043 Masehi”, menjelaskan dari prasasti-prasastinya (Airlangga), diketahui ada empat agama yang berkembang saat itu, yaitu Hindu, Budha, Rsi dan Brahmana.
Yori dalam penelitiannya mengungkap bahwa Airlangga disebut juga dengan nama Sthanu (merupakan nama lain Dewa Wisnu). Ini ditunjukkan dalam Prasasti Pucangan Sansekerta.
Airlangga kemudian juga disebut sebagai jelmaan Wisnumurtti atau Dewa Wisnu yang tidak dapat dihancurkan oleh Mahapralaya. Ini dijelaskan dalam Prasasti Pucangan Jawa Kuno.
“Lambang kerajaan memakai simbol Garuḍhamukha yang merupakan hewan kendaraan Dewa Wisnu,” terang Yori.
Penelitian Yori mengungkap bahwa agama di zaman Airlangga sangat beragam karena Airlangga mendukung para penganut agama Rsi.
Rsi merupakan golongan agamawan yang pengetahuannya tinggi dan hidup di tempat yang sunyi, seperti hutan. Para rsi menjalankan ibadah di pertapaan dan dharmma karsyan.
Pada masa Airlangga dilakukan pembangunan dan penetapan sima untuk pertapaan dan dharmma karsyan, seperti yang terdapat dalam Prasasti Pucangan Jawa Kuno, Prasasti Terep I dan II 954 saka, dan Prasasti Turunhyang A 958 saka.
Pembangunan pertaapaan juga dilakukan oleh Airlangga sebagai upaya penegasan kekuasaan pendiri Kerajaan Kahuripan atau Panjalu serta legitimasi raja yang berasal dari kaum rsi.
Ragam agama di zaman Airlangga juga membuktikan bahwa kehidupan religi kerajaannya sangat toleran, khususnya bagi kaum rsi dan pertapa.
“Motif sosial penetapan sima bagi pertapaan merupakan bagian dari upaya Airlangga membalas jasa-jasa seseorang, kelompok, dan penduduk desa yang telah membantunya selama masa konsolidasi atau penyatuan kerajaan,” cetusnya.
Vernika Hapri Witasari dalam skripsinya tahun 2009 berjudul “Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka: Suatu Kajian Ulang” menjelaskan agama yang dianut Airlangga kemungkinan adalah Hindu Siwa.
Prasasti Pucangan Jawa Kuno menjelaskan mengenai kisah ketika Raja Wurawari menyerang Medang Kamulan tahun 1016 masehi, Airlangga lari ke hutan bersama abdinya, Narottama.
Vernika mengungkap kehidupan Airlangga di hutan ini bersama dengan kaum rsi, Airlangga menjalani tahap pertama caturasrama dalam agama Hindu, yaitu tahap brahmacharya sebagai seorang yogi.
Airlangga sebagai mahayogi juga dijelaskan dalam Kakawin Arjunawiwaha yang dikarang Mpu Kanwa pada masa pemerintahannya.
“Memperhatikan pada isi prasasti dapat disimpulkan bahwa raja Airlaṅga digambarkan sebagai seorang yogi sekaligus seorang ksatria yang menginginkan kemenangan atas semua musuhnya,” tandasnya.