Trowulan- Di Mojoketo ada Situs Siti Inggil. Situs ini diyakini sebagai makam Pendiri Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya. Sehingga menjadi tujuan orang-orang untuk ritual atau ngalap berkah.
Raden Wijaya merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majaphit. Ia memiliki gelar Sri Kertarajasa Jayawardana atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Sedangkan Situs Siti Inggil terletak di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Komplek situs yang jamak disebut Sitinggil ini ditumbuhi beberapa pohon besar yang memagari bagian utama.

Bangunan utama tersusun dari batu bata kuno yang luasnya sekitar 15×15 meter persegi. Dua tungga di sisi selatan dan timur menjadi jalan akses masuk. Pada tembok dekat pintu ada pula ornamen dua wanita berkemben yang sedang duduk bersila dan bersimpuh.
Di dalam bangunan utama terdapat 5 makam dihiasi kijing dan berbatu nisan. 5 makam itu dipercaya makam Raden Wijaya. Kemudian makam Gayatri (permaisuri Raden Wijaya) dan dua selirnya yang bernama Dhoro Pethak dan Dhoro Jinggo, serta Abdi Kinasih Kaki Regel.
Selir pertama disebut Dhoro Petak karena kulitnya putih dan ia berasal dari Tiongkok. Sedangkan selir kedua disebut Dhoro Jinggo sebab kulitnya kuning dan ia perempuan terhormat dari Kamboja.
Selain itu, ada juga makam dari Abdi Kinasih atau Abdi Dalem dari Raja Hayam Wuruk dan permaisuri. Di kompleks Siti Inggil juga terdapat dua makam di luar bangunan utama.
Dua makam ini berada tepat di sebelah kiri sebelum memasuki bangunan petilasan yang selalu terkunci. Menurut Juru Kunci Siti Inggil Slamet, situs ini ditemukan masyarakat Kedungwulan sekitar tahun 1965.
Kondisinya saat itu masih terkubur dalam gundukan tanah penuh dengan rumput gajah. Ia menjelaskan, Siti Inggil memiliki arti tanah yang tinggi. Maknanya yang terkandung dalam kalimat kalimat tersebut yakni, tanah yang mulia karena tempat makam Raden Wijaya.
“Siti Inggil artinya tanah tinggi. Maknanya tanah yang mulia karena makamnya raja pertama Majapahit,” katanya.
Kabar penemuan situs Siti Inggil sampai didengar Jenderal Besar TNI Soeharto. Kemudian Presiden RI kedua itu memerintahkan Pak Seno untuk membangun tangga dan tembok di atas bangunan kuno.
“Tangga dan bangunan di atas struktur kuno dibangun tahun 1968-1970 oleh Pak Seno atas perintah Jendral Soeharto. Dulu Jendral Soeharto sering ke sini untuk bersemedi,” terang Slamet.
Meski diyakini makam Raden Wijaya, sesungguhnya tidak ada jasad yang dikubur di dalamnya. Yang terpendam hanyalah sebagian abu jasad Sang Raja pertama Kerajaan Majapahit tersebut.
Ayahanda Tribhuwana Tunggadewi itu wafat tahun 1309 masehi. Menurut Slamet, jenazah Raden Wijaya disucikan di Candi Gentong. Selanjutnya dikremasi di Candi Brahu.
Sebagian abu Raden wijaya hasil kremasi itulah yang disimpan di Siti Inggil. Sehingga, masyarakat percaya bahwa Siti Inggil menjadi tempat pendharmaan atau penghormatan kepada Sang Raja.
Berbekal kepercayaan itu, masyarakat membangun situs tersebut di atas struktur kuno. Tidak sedikit orang datang ke tempat ini. Para pengujung datang dari berbagai daerah di Jawa.
Mereka percaya berdoa di tempat ini akan mudah dikabulkan. Teristimewa pada hari-hari yang dianggap keramat, seperti malam Jumat Legi, malam Satu Suro, serta malam Selasa Kliwon, dan Jumat Kliwon.
Cara ritual atau berdoa setiap pengujung berbeda, tergantung keyakinan masing-masing. Ada juga yang bersemedi dan menginap berhari-hari di tempat ini.
Selain itu, mereka juga mengambil air dari sumur tua di Siti Inggil. Air sumur ini diyakani berkhasiat untuk diminum atau mencuci muka. Pengunjung yang datang juga dari berbagai latar belakang agama.
“Tujuan pengunjung bermacam-macam. Ada yang mencari kesembuhan, ada juga untuk kelancaran bisnis dan pekerjaan,” beber Slamet.