Ngoro – Upaya pemerintah daerah menekan angka kematian ibu dan bayi (AKI-AKB), pernikahan dini dan stunting, menghadapi tantangan serius. Karena hal itu menjadi mata rantai yang saling terkait. Penyelesaiannya pun tak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus holistis dengan melibatkan multisektor. Dari tingkat kabupaten sampai desa.
Seperti halnya yang dilakukan UPT Puskesmas Ngoro. Kepala UPT Puskesmas Ngoro Sunyoto mengungkapkan, telah merumuskan strategi peningkatan kesehatan ibu hamil untuk mencegah kematian ibu dan bayi (AKI-AKB) di wilayah Ngoro.
UPT Puskesmas Ngoro mencatat, Jumlah AKI-AKB di wilayah Ngoro mengalami naik turun. Untuk kasus AKI ditahun 2018 tidak ada, tahun 2019 1 kasus, 2020 1 kasus, tahun 2021 5 kasus, dan 2022 1 kasus. Sedangkan, kasus AKB di tahun 2018 juga tidak ada, tahun 2019 11 kasus, tahun 2020 1 kasus, tahun 2021 5 kasus, dan 2022 1 kasus.
Sunyoto menjelaskan, kasus AKB mayoritas masuk dalam kategori kematian bayi neonatal yang sebabkan oleh penyakit bawaan sejak dalam kandungan. Sementara, kematian ibu hamil tahun 2019 dan 2020 disebabkan menderita Covid-19.
“Tahun 2022 ads kematian 1 kematian ibu, tapi tempat tinggalnya di jombang dan meninggal di rumah sakit Jombang. Cuman di KTP di sini (Ngoro) sehingga dalam catatannya masuk ke kita. Sementara, tahun 2022 masih belum ada kasus AKI maupun AKB,” ungkapnya.
Melihat jumlah kasus tersebut, UPT Puskesmas Ngoro bekerja ekstra dan membikin program yang tersinkronisasi. Baik antar bidan, kader, maupun pemerintahan. Seperti menerjukan petugas medis memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat, ketersediaan sarana prasarana, serta merumuskan program intervensi yang tepat sasaran.
Menurut Sunyoto, Ibu hamil di wilayah Ngoro dalam kurun waktu satu tahun sebanyak 800 lebih. Setiap ibu hamil, akan medapatkan pendampingan meliputi pemeriksaan antenatal care (ANC) dan kontrol rutin. Dimana, dalam praktiknya tidak hanya melibatkan keluarga, namun juga bidan desa, kader kesehatan, dan Pemerintah Desa (Pemdes).
“Kita lebih ke pengawalan kepada ibu hamil yang melahirkan. Jadi setiap ibu hamil harus ada pendataan baik di desa maupun di instansi pelayanan kami, agar kami tahun jumlah ibu hamil di wiilayah
Apabila ditemukan ibu hamil dalam kondisi tidak aman, maka akan disiagakan petugas medis untuk melakukan pemantauan. Harapannya, kata Sunyoto, jika terjadi sesuatu petugas bisa segara memberikan pertolongan.
“Misalkan ada ibu hamil yang berpotensi dan harus lahiran secara sesar, maka kita akan siapakan rujuk ke rumah sakit,” terangnya.
Tak hanya penanganan persalinan dan pemeriksaan pada ibu hamil, pencegahan AKI-AKB juga bisa dilakukan sejak dari hulu. Dengan memenuhi nutrisi sedari awal dengan melibatkan masyarakat. Karena biasanya, masyarakat atau pihak keluarga ibu hamil lupa pada program pemberian makanan tambahan (PMT). Sehingga UPT Puskesmas juga harus memantau pemenuhan nutrisi berbasis keluarga.
Sunyoto memaparkan, pencegahan dan penanganan kasus AKI-AKB memang harus holistis dan berkesinambungan, sejak dari hulu. Mulai dari penguatan deteksi dini kehamilan berisiko, intervensi nutrisi untuk ibu hamil dan baduta, dan intervensi nutrisi berbasis keluarga,
“Kader-kader kami dan bidan desa kami tugas kan untuk mendampingi sampai melahirkan, baik dalam segi memberikan pemahaman kepada keluarga. Tak luput juga berkoordinasi dengan Pemerintah Desa,” pungkasnya.